Mengenang sejarah ke belakang, seperti yang diungkapkan sang proklamator, "Jasmerah ! Jangan melupakan sejarah!" Sejarah memiliki posisi yang penting sebagai wilayah tempat preseden2 yang bisa dijadikan referensi pembelajaran diri. dulu saat di Pesantren bisa dikatakan dia menonjol--kan dirinya-- di antara santri2 lain, namun ada hal yang membuat potensi itu menjadi pemicu kebencian dan kehancuran, yakni kesombongan, suatu sifat warisan dari Iblis. Lupa diri dan narsisistik meracuni dirinya dan menjadikan masa itu agak kelam--dalam arti politik dan kepribadian.
Bandung, 13 Januari 2017, 01.30 WIB
Intelektualisme kehidupan
Kamis, 12 Januari 2017
Minggu, 08 Januari 2017
Tak terasa waktu yang telah kujalani semenjak ku lahir ke dunia ini telah melewati kepala dua, ini artinya aku telah memasuki wilayah pendewasaan, berbagai peristiwa dalam rentang waktu ini begitu pelik dan penuh drama yang tercipta sebagai desain holistik yang agung, membentuk sebuah pola pikir yang terbarukan mengenai realitas yang sedang kuhadapi, aku rasa begitu berbeda, dulu kuanggap matematika sangat luar biasa dapat memetakan fenomena dan problema dalam realitas ini-bahkan terkadang begitu fanatik dan arogan-, namun saat ini aku melihat sesuatu yang berbeda, relaitas ini lebih dari sekedar simbol-simbol yang menyatakan dan menjelaskan logika, namun lebih dari itu, fenomena dan peristiwa memiliki gambaran dari berbagai sudut pandang yang berbeda, untuk dapat memberikan kepuasan akal dan naluri sebagai manusia, maka suatu fenomena dan peristiwa tersebut harus dapat diamati dari berbagai sisi dimensi tersebut.
Bandung, 8 Januari 2017, 22.13
Bandung, 8 Januari 2017, 22.13
Kamis, 09 Oktober 2014
Lirik Lagu Westlife You Look So Beautiful In White
English
Not sure if you know this
But when we first met
I got so nervous I couldn't speak
In that very moment
I found the one and
My life had found its missing piece
So as long as I live I'll love you
Will have and hold you
You look so beautiful in white
And from now 'till my very last breath
This day I'll cherish
You look so beautiful in white
Tonight
What we have is timeless
My love is endless
And with this ring I
Say to the world
You're my every reason you're all that I believe in
With all my heart I mean every word
So as long as I live I'll love you
Will have and hold you
You look so beautiful in white
And from now 'till my very last breath
This day I'll cherish
You look so beautiful in white
Tonight
oooh oh
You look so beautiful in white
So beautiful in white
Tonight
And if a daughters what our future holds
I hope she has your eyes
Finds love like you and I did
Yeah, I wish she falls in love and I'll let her go
I'll walk her down the aisle
She'll look so beautiful in white
You look so beautiful in white
So as long as I live I'll love you
Will have and hold you
You look so beautiful in white
And from now 'till my very last breath
This day I'll cherish
You look so beautiful in white
Tonight
You look so beautiful in white
Tonight
Bahasa Indonesia
Tidak yakin jika kau tahu ini
Tapi ketika kita pertama kali bertemu
Aku sangat gugup, aku tidak dapat berbicara
Di setiap detik itu
Aku menemukan satu orang
dan hidupku telah menemukan potongannya yang hilang
Sehingga selama aku hidup aku akan mencintaimu
Aku kan miliki dan mendekapmu
Kau terlihat sungguh cantik dengan warna putih
Dan dari sekarang sampai akhir nafasku
Hari ini aku akan hargai
Kau terlihat sungguh cantik dengan warna putih
Malam ini
Apa yang kita miliki itu tanpa terbatasi waktu
Cintaku itu tanpa akhir
Dengan bersama cincin ini, aku
Katakan pada dunia
Kau adalah setiap sebabku, kau adalah semua yang aku yakini
Dengan segenap hatiku, aku utarakan di setiap kata
Sehingga selama aku hidup aku akan mencintaimu
Aku kan miliki dan mendekapmu
Kau terlihat sungguh cantik dengan warna putih
Dan dari sekarang sampai akhir nafasku
Hari ini aku akan hargai
Kau terlihat sungguh cantik dengan warna putih
Malam ini
Oooh oh
Kau terlihat sungguh cantik dengan warna putih
Sungguh cantik dengan warna putih
Malam ini
Dan jika anak perempuan itu yang menggenggam masa depan kita
Aku berharap ia mempunyai matamu
Menemukan cinta seperti layaknya kau dan aku
Yaa, aku berharap dia jatuh cinta dan aku akan melaspaknnya
Aku akan berjalan dengannya menelusuri gang
Dia akan terlihat sangat cantik dengan warna putih
Kau terlihat sungguh cantik dengan warna putih
Sehingga selama aku hidup aku akan mencintaimu
Aku kan miliki dan mendekapmu
Kau terlihat sungguh cantik dengan warna putih
Dan dari sekarang sampai akhir nafasku
Hari ini aku akan hargai
Kau terlihat sungguh cantik dengan warna putih
Malam ini
Kau terlihat sungguh cantik dengan warna putih
Malam ini
Source :
lirikterjemahan.blogspot.com/
http://terjemah-lirik-lagu-barat.blogspot.com
Not sure if you know this
But when we first met
I got so nervous I couldn't speak
In that very moment
I found the one and
My life had found its missing piece
So as long as I live I'll love you
Will have and hold you
You look so beautiful in white
And from now 'till my very last breath
This day I'll cherish
You look so beautiful in white
Tonight
What we have is timeless
My love is endless
And with this ring I
Say to the world
You're my every reason you're all that I believe in
With all my heart I mean every word
So as long as I live I'll love you
Will have and hold you
You look so beautiful in white
And from now 'till my very last breath
This day I'll cherish
You look so beautiful in white
Tonight
oooh oh
You look so beautiful in white
So beautiful in white
Tonight
And if a daughters what our future holds
I hope she has your eyes
Finds love like you and I did
Yeah, I wish she falls in love and I'll let her go
I'll walk her down the aisle
She'll look so beautiful in white
You look so beautiful in white
So as long as I live I'll love you
Will have and hold you
You look so beautiful in white
And from now 'till my very last breath
This day I'll cherish
You look so beautiful in white
Tonight
You look so beautiful in white
Tonight
Bahasa Indonesia
Tidak yakin jika kau tahu ini
Tapi ketika kita pertama kali bertemu
Aku sangat gugup, aku tidak dapat berbicara
Di setiap detik itu
Aku menemukan satu orang
dan hidupku telah menemukan potongannya yang hilang
Sehingga selama aku hidup aku akan mencintaimu
Aku kan miliki dan mendekapmu
Kau terlihat sungguh cantik dengan warna putih
Dan dari sekarang sampai akhir nafasku
Hari ini aku akan hargai
Kau terlihat sungguh cantik dengan warna putih
Malam ini
Apa yang kita miliki itu tanpa terbatasi waktu
Cintaku itu tanpa akhir
Dengan bersama cincin ini, aku
Katakan pada dunia
Kau adalah setiap sebabku, kau adalah semua yang aku yakini
Dengan segenap hatiku, aku utarakan di setiap kata
Sehingga selama aku hidup aku akan mencintaimu
Aku kan miliki dan mendekapmu
Kau terlihat sungguh cantik dengan warna putih
Dan dari sekarang sampai akhir nafasku
Hari ini aku akan hargai
Kau terlihat sungguh cantik dengan warna putih
Malam ini
Oooh oh
Kau terlihat sungguh cantik dengan warna putih
Sungguh cantik dengan warna putih
Malam ini
Dan jika anak perempuan itu yang menggenggam masa depan kita
Aku berharap ia mempunyai matamu
Menemukan cinta seperti layaknya kau dan aku
Yaa, aku berharap dia jatuh cinta dan aku akan melaspaknnya
Aku akan berjalan dengannya menelusuri gang
Dia akan terlihat sangat cantik dengan warna putih
Kau terlihat sungguh cantik dengan warna putih
Sehingga selama aku hidup aku akan mencintaimu
Aku kan miliki dan mendekapmu
Kau terlihat sungguh cantik dengan warna putih
Dan dari sekarang sampai akhir nafasku
Hari ini aku akan hargai
Kau terlihat sungguh cantik dengan warna putih
Malam ini
Kau terlihat sungguh cantik dengan warna putih
Malam ini
Source :
lirikterjemahan.blogspot.com/
http://terjemah-lirik-lagu-barat.blogspot.com
Senin, 29 September 2014
Makalah Musaqoh
MAKALAH
MUSAQAH
Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Fiqih
Dosen : Dede Suryana, M.Ag.
Di susun oleh:
Jajang Saipul Amin
Muhammad
Qodar
Jurusan PAI
Fakultas Tarbiyah
Institut Agama Islam Cipasung (IAIC)
INSTITUT
AGAMA ISLAM CIPASUNG (IAIC)
JL.Muktamar
XXXIX NO.1 PO.BOX 3 Kabupaten Tasikmalaya 46417
(0265)
544003 fax. 544367
2014
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu ‘alaikum
warahmatullahi wabarakatuh…
Segala puji dan rasa
syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang senantiasa
mencurahkan rahmatnya kepada kita semua. Shalawat dan salam juga senantiasa
kiranya penulis limpahkan kepada nabi Muhammad SAW. Penulis juga mengucapkan
banyak terima kasih kepada dosen yang bersangkutan yang telah memberikan
kesempatan waktu untuk penyelesaian makalah ini dan dengan limpahan rahmat dan
karunia Allah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah pada mata kuliah Fiqih
yang berjudul “Musaqoh”
Penulis meyakini bahwa
di dalam penulisan makalah ini tentu masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan dalam penulisan maupun penguasaan materi. kami sangat mengharapkan
kepada seluruh pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang membangun
kemajuan dalam berfikir untuk penulis agar makalah ini dapat dibuat dengan yang
lebih sempurna lagi.
Semoga dengan adanya
makalah ini dapat memberikan sedikit ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan dapat
menambah pengetahuan kita yang sudah ada sebelumnya. Amin.
Tasikmalaya, 26
September 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………….................................................... 1
DAFTAR
ISI…………………………………………....................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………......................................................... 3
B. Rumusan Masalah ……………………………...................................................... 3
C. Tujuan …………………………………................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Musaqoh …………………………….................................................... 4
B. Pendapat
Ulama Mengenai Musaqoh dan Landasan Hukumnya………………… 4
C. Perbedaan
Musaqah dan Muzara’ah…………………………………………….…. 7
D. Rukun dan
Syarat Musaqah……………………………………………………… 7
E.
Ketentuan-Ketentuan
Lain dalam Pelaksanaan Musaqah…………....................... 9
F. Masalah-Masalah yang Terjadi dalam
Musaqah…………………………………. 14
G.
Relevansi
Musaqah dalam Perekonomian Modern……………………………… 15
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan……………………………................................................................ 17
B.
Saran……………………………………. ……………………………………… 17
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………………… 18 ....................................................... 27
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Secara
teknis, kerja sama dalam bidang perkebunan atau agrobisnis sudah lama dilakukan
baik di Indonesia maupun di luar negeri. Sudah banyak hasil panen yang
dihasilkan dari kerja sama itu. Banyaknya hasil panen tersebut disebabkan
karena kegunaan buah pada saat ini bisa dikatakan multifungsi. Pada asalnya,
buah hanya menjadi makanan murni yang bisa dinikmati apa adanya, namun buah
saat ini juga biasa digunakan sebagai campuran minuman atau selainnya.
Namun,
berdasarkan kebiasaan yang berlaku, akad yang dilakukan oleh pemilik kebun dan
tukang kebun adalah akad kontrak kerja, dalam artian tukang kebun merawat kebun
tersebut dengan upah bulanan atau mingguan yang sudah ditentukan. Jarang sekali
bahkan sulit sekali ditemukan kerja sama antara pemilik kebun dan tukang kebun
menggunakan sistem bagi hasil. Sistem upah atau kontrak kerja yang biasa
dilakukan tersebut telah berlaku turun temurun sampai sekarang.
Padahal
jika kembali kepada ajaran Islam, kerja sama perkebunan yang dianjurkan adalah
kerja sama dengan menggunakan sistem bagi hasil. Dalam konteks ini, pemilik
kebun dan tukang kebun akan berbagi hasil setelah panen atas buah yang telah
dihasilkan. Sementara itu pembagian hasil tersebut ditentukan terlebih dahulu diawal
akad. Kerja sama ini dinamakan akad musaqah.
Makalah
ini akan membahas lebih dalam mengenai kerja sama perkebunan (musaqah) yang
dianjurkan oleh Islam. Disamping itu, segala hal yang berkaitan dengan teknis,
syarat, rukun dan relevansi musaqah juga akan dibahas dalam makalah ini.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
teknis pelaksanaan musaqah yang benar menurut Islam?
2.
Apa saja
landasan hukum yang mengatur tentang musaqah?
3.
Bagaimana
relevansi musaqah di perekonomian modern?
C. Tujuan
·
Untuk
mengetahui teknis pelaksanaan musaqah yang benar menurut Islam.
·
Untuk
mengetahui landasan hukum dari Al-Qur’an dan Hadits yang mengatur tentang
musaqoh.
·
Untuk
mengetahui relevansi musaqoh di perekonomian modern.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Musaqah
Secara etimologi, Musaqah berasal dari bahasa
Arab, fi’il madli-nya adalah saqa yang artinya mengalirkan, karena mengikuti
wazan mufa’alah maka kalimat saqa juga berubah menjadi musaqah.
Secara terminologi, Fuqoha berbeda-beda dalam
mengertikan musaqah. Perbedaan ini tidak hanya dalam hal redaksional seperti
pendapat mereka dalam mengartikan akad-akad yang lain, namun juga menyangkut
masalah subtansial dari musaqah itu sendiri.
Wahbah Zuhaily yang tenar sebagai Fuqoha kontemporer mendefinisikan Musaqah sebagai berikut:
"Musaqah secara fiqh adalah sebuah istilah dari akad mengenai pekerjaan yang berhubungan dengan pepohonan dengan sebgaian yang dihasilkan olehnya (buahnya), atau perikatan atas beberapa pohon kepada orang yang yang menggarapnya dengan ketetapan buah itu milik keduanya. "
Wahbah Zuhaily yang tenar sebagai Fuqoha kontemporer mendefinisikan Musaqah sebagai berikut:
"Musaqah secara fiqh adalah sebuah istilah dari akad mengenai pekerjaan yang berhubungan dengan pepohonan dengan sebgaian yang dihasilkan olehnya (buahnya), atau perikatan atas beberapa pohon kepada orang yang yang menggarapnya dengan ketetapan buah itu milik keduanya. "
Pengistilahan
az-Zuhaily tersebut berbeda dengan pendapat Syafi’iyah, menurut mereka Musaqah
adalah:
“Orang
yang memilki pohon tamar (kurma) dan anggur Memberikan pekerjaan kepada orang
lain untuk kesenangan keduanya dengan menyiram, memelihara dan menjaganya, dan
bagi pekerja ia memperoleh bagian tertentu dari buah yang dihasilkan dari
pohon-pohon tersebut.”
Imam al-jaziri, penulis kitab madzahibul Arba’ah merumuskan pengertian musaqah sebagai berikut: “akad untuk memelihara pohon ; kurma, tanaman (pertanian) dan yang lainnya dengan syarat-syarat tertentu”.
Imam al-jaziri, penulis kitab madzahibul Arba’ah merumuskan pengertian musaqah sebagai berikut: “akad untuk memelihara pohon ; kurma, tanaman (pertanian) dan yang lainnya dengan syarat-syarat tertentu”.
Hasby
as-shiddiqy yang dikenal sebagai ahli hukum islam Indonesia mengartikan musaqoh
secara global dan ringkas, yakni:
الشجر استثمار على زراعية شركة
“ kerjasama perihal tanaman menyangkut buah-buahan dari pepohonan”.
B.
Pendapat Ulama Mengenai Musaqah dan Landasan Hukumnya.
1. Pendapat yang membolehkan.
Ibnu Rusyd dalam Bidayatul mujtahid-nya
menuliskan, Jumhur ulama-yakni imam Malik, ats-Tsauri, Abu Yusuf, Muhammad bin
al-Hasan (dua orang terakhir ini adalah pengikut Abu Hanifah) serta Ahmad dan
Dawud-memegang kebolehan bagi hasil. Menurut mereka, bagi hasil ini
dikecualikan dari sebuah hadits yang melarang menjual sesuatu yang belum
terjadi dan sewa-menyewa yang tidak jelas.
Mereka
berpegangan pada hadits shaahih dari Ibnu Umar r.a yang berbunyi:
“Rasulullah menyerahkan kepada orang-orang yahudi Khaibar pohon kurma dan tanah khaibar dengaan syarat mereka menggarapnya dari harta mereka, dan bagi Rasulullah adalah separuh dari buahnya” (HR. Bukhari-Muslim).
“Rasulullah menyerahkan kepada orang-orang yahudi Khaibar pohon kurma dan tanah khaibar dengaan syarat mereka menggarapnya dari harta mereka, dan bagi Rasulullah adalah separuh dari buahnya” (HR. Bukhari-Muslim).
Dalam
satu riwayat juga disebutkan:
“Rasulullah
saw. Mengadakan transaksi muusaqah dengan mereka (Yahudi Khaibar) atas separuh
dari hasil tanah dan buah”(HR. Bukhari-Muslim).
Menurut
Imam Malik bahwa masaqah dibolehkan untuk semua pohon yang memiliki akar kuat,
seperti delima, tin, zaitun dan pohon-pohon yang serupa dengan itu dan
dibolehkan pula untuk pohon-pohon yang berakar tidak kuat, seperti semangka,
dalam keadaan pemilik tidak lagi memiliki kemampuan untuk menggarapnya.
Menurut Madzhab Hambali, musaqah diperbolehkan
untuk semua pohon yang buahnya dapat dimakan, dalam kitab al-mughni, Imam malik
berkata; musaqah diperbolehkan untuk pohon tadah hujan dan diperbolehkan pula
untuk pohon-pohon yang perlu disiram. Menurut Hanafiyah semua pohon yang
mempunyai akar ke dasar bumi, dapat di-musaqah-kan, seperti tebu.
Ulama-ulama fiqh kontemporer juga mengikuti
pendapat ini, di antaranya adalah Wahbah az-Zuhaili (pengarang Fiqh
al-Mu’amalah al-Muashirah), Sayyid Sabiq (pengarang fiqh as-Sunnah), dan
Afzalur Rahman (pengarang Economic Doctrines of Islam). Di Indonesia, ulama
sepakat atas kebolehan musaqah. Disamping itu, teknis, rukun ,dan syarat
Musaqah di telah diatur dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah pasal 266, 267,
268, 269, dan 270.
2. Pendapat yang tidak membolehkan.
Ibnu
Rusyd juga menuliskan, menurut Abu Hanifah dan orang-orang yang mengikuti
pendapatnya , Musaqah itu tidak diperbolehkan sama sekali. Dasarnya ialah bahwa
hadits-hadits yang dipakai sebagai hujjah oleh jumhur ulama yang membolehkan,
itu bertentangan dengan aturan-aturan pokok, disamping karena hadits tersebut
merupakan keputusan terhadap orang-orang yahudi. Boleh jadi, pengakuan Nabi
saw. terhadap orang yahudi itu karena mereka dianggap sebagai hamba dan mungkin
pula sebagai warga negara dzimmi (kafir warga negara islam). Hanya saja, jika
mereka itu dianggap sebgai warga negara dzimmi, maka anggaan ini berlawanan
dengan aturan-aturan pokok, karena yang demikian itu berarti menjual sesuatu
yang belum terjadi.
Abu
Hanifah juga berpendapat bahwa bagaimanapun juga hal tersebut tidak dapat
dipandang halal, karena ada kemungkinan bentuk pembagian hasil hasil kebun yang
populer saat itu mengandung sifat-sifat yang sama sehingga mengganggu hak-hak
salah satu dari kedua belah pihak atau mendorong timbulnya perselisihan. Beliau
memandang bahwa kejahatan-kejahatan seperti inilah yang membuat sistem tersebut
terlarang.
Jika
dikaji lebih lanjut, Abu Hanifah memang pada awalanya sudah mengharamkan akad
muzara’ah. Lebih dari itu, beliau dan pengikutnya menyamakan musaqah dan
muzara’ah karena Illat yang paling mempengaruhi terhadap pendapat mereka ialah
hasil dari akad ini belum ada ( المعدوم)
dan tidak jelas (الجهالة) ukurannya sehingga
keuntungan yang dibagi sejak semula tidak jelas.
Landasan hadits yang digunakan Abu hanifah
adalah :
“ Barangsiapa yang memiliki tanah hendaklah
mengelolanya, tidak boleh menyewakannya dengan sepertiga atau seperempat, dan
tidak pula dengan memakan yang ditentukan”
3. Pendapat yang membolehkan musaqah hanya terbatas
pada kurma dan anggur.
Ini
adalah pendapat golongan syafi’iyah. Untuk kebolehan keduanya, mereka mempunyai
alasan sendiri-sendiri. Untuk kebolehan kurma, mereka beralasan bahwa bagi
hasil itu merupakan suatau rukhsah, Oleh karena itu, musaqah tidak berlaku pada
semua jenis pertanian kecuali yang disebutkan dalam as-sunnah. Sedangkan dasar
Syafi’i membolehkan musaqah pada anggur ialah karena penentuan bagi hasil itu
melalui taksiran atas tangkai .
Mereka mendasarkan pendapatnya pada hadits yang diriwayatkan oleh Utab bin Usaid r.a;
“Rasulullah saw. mengutus utab dan menyuruhnya untuk menaksir angggur ditangkainya, kemudian zakatnya dikeluarkan berupa zabib (anggur kering), zakat kurma juga dikeluarkan berupa kurma kering (tamar)”
Mereka mendasarkan pendapatnya pada hadits yang diriwayatkan oleh Utab bin Usaid r.a;
“Rasulullah saw. mengutus utab dan menyuruhnya untuk menaksir angggur ditangkainya, kemudian zakatnya dikeluarkan berupa zabib (anggur kering), zakat kurma juga dikeluarkan berupa kurma kering (tamar)”
Dalam
hadits diatas disebutkan tentang penentuan melalui taksiran atas tangkai pada
pohon kurma dan anggur, hal itu berkenaan dengan zakat. Maka seolah-olah
syafi’I mengqiyaskan bagi hasil itu pada pohon-pohon tersebut dengan zakat.
Dawud (ad-dzahiri-pen.) menolak hadits ini dengan alasan hadits tersebut mursal
dan yang meriwayatkan hanya Abdurrahman bin Ishaq, padahal ia bukan orang yang
kuat hafalan dan integritasnya
C.
Perbedaan
Musaqah dan Muzara’ah
Wahbah az-zuhaili merumuskan perbedaan antara
Musaqah dan Muzaraah menjadi empat, yaitu:
1
Dalam
musaqah, apabila salah satu dari ‘aqidain tidak berkenan untuk meneruskan akad,
maka ia boleh dipaksa (untuk meneruskan akad-pen). karena hal itu tidak akan
membahayakan (terhadap kebun-pen) disisa akadnya. Berbeda dengan muzaraah, apabila
pemilik biji memutuskan akad sebelum biji ditanam, maka ia tidak boleh dipaksa
meneruskan, karena akan menimbulkan dlarurat bila diteruskan. Lebih dari itu,
akad musaqah adalah akad yang lazim sedangkan muzaraah adalah akad ghairu
lazim. Muzaraah tidak lazim kecuali bijinya sudah ditanam.
2
Apabila
masa musaqah sudah habis, maka akad tetap berlangsung tanpa upah, dan penggarap
menunaikan pekerjaanya kepeda pemilik kebun tanpa upah. Sedangkan dalam
muzaraah penggarap harus meneruskan akadnya dengan ujrah mitsl, karena bolehnya
menyewakan tanah dan menggarapnya pada muzaraah.
3
Jika
pohon diminta oleh selain pemilik tanah, penggarap diberi upah. Sedangkan dalam
muzaraah, jika diminta sebelum menghasilkan sesuatu, penggarap tidak
mendapatkan apa-apa.
4
Dalam
musaqah lebih baik (istihsan) jika tidak disebutkan masa akadnya, cukup hanya
dengan mengetahui waktunya (waktu berbuah-pen) menurut adat. Berbeda dengan
menanam, karena waktu panennya bisa lebih awal juga bisa terlambat dari
perkiraan. Sedangkan dalam muzaraah, hal itu justru disyaratkan menurut asal
madzhab hanafi. Ulama lain tidak mensyaraatkan hal ini.
D. Rukun
dan Syarat Musaqah
Ulama hanafiyah berpendapat bahwa rukun
musyaqah adalah ijab dan qabul, seperti pada mujara’ah. Adapun yang bekerja
adalah penggarap saja, tidak seperti dalam mujara’ah.
Ulama
Malikiyah berpendapat bahwa ijab-qabul tidak cukup hanya dengan pekerjaan,
tetapi harus dengan lafadz. Menurut Ulama Hanabilah, qabul dalam musyaqah,
seperti dalam muzara’ah yang tidak memerlukan lafadz, cukup dengan
menggarapnya.
Sedangkan ulama Syafi’iyah mensyaratkan dalam
qabul dengan lafadz (ucapan) dan ketentuannya didasarkan pada kebiasaan umum.
Jumhur Ulama menetapkan bahwa rukun musyaqah
ada lima, yaitu berikut ini.
1.
Dua
orang yang akad (al-aqidani)
Al-aqidani disyaratkan harus baligh dan berakal
2.
Objek
musyaqah
Objek musyaqah menurut ulama Hanafiyah adalah
pohon-pohon yang berbuah, seperti kurma. Akan tetapi, menurut sebagian ulama
Hanafiyah lainnya dibolehkan musyaqah atas pohon yang tidak berbuah sebab
sama-sama membutuhkan pengurusan dan siraman.
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa objek musyaqah adalah tumbuh-tumbuhan, seperti kacang, pohon yang berbuah dan memiliki akar yang tetap di tanah, seperti anggur, kurma yang berbuah, dan lain-lain, dengan dua syarat:
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa objek musyaqah adalah tumbuh-tumbuhan, seperti kacang, pohon yang berbuah dan memiliki akar yang tetap di tanah, seperti anggur, kurma yang berbuah, dan lain-lain, dengan dua syarat:
a.
Akad
dilakukan sebelum buah tampak dan dapat diperjualbelikan
b.
Akad
ditentukan dengan waktu tertentu
Ulama Hanabilah berpendapat bahwa musyaqah
dimaksudkan pada pohon-pohon berbuah yang dapat dimakan.
Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa musyaqah
hanya dapat dilakukan pada kurma dan anggur saja. Kurma didasarkan pada
perbuatan Rasulullah saw terhadap orang Khaibar, sedangkan anggur hampir sama
hukumnya dengan kurma bila ditinjau dari segi wajib zakatnya. Akan tetapi,
madzhab qadim membolehkan semua jenis pepohonan.
3.
Buah
Disyaratkan menentukan buah ketika akad untuk
kedua pihak
4.
Pekerjaan
Disyaratkan penggarap harus bekerja sendiri.
Jika disyaratkan bahwa pemilik harus bekerja atau dikerjakan secara
bersama-sama, akad menjadi tidak sah.
Ulama mensyaratkan penggarap harus mengetahui
batas waktu, yaitu kapan maksimal berbuah dan kapan minimal berbuah.
Ulama Hanafiyah tidak memberikan batasan waktu,
baik dalam muzara’ah maupun musyaqah sebab Rasulullah saw pun tidak memberikan
batasan ketika bermuamalah dengan orang khaibar.
5.
Sighat
Menurut Ulama Syafi’iyah, tidak dibolehkan
menggunakan kata ijarah (sewaan) dalam akad musyaqah sebab berlainan akad.
Adapun Ulama Hanabilah membolehkannya sebab yang terpenting adalah maksudnya.
Bagi orang yang mampu berbicara, qabul harus
diucapkan agar akad menjadi lazim, seperti pada ijarah. Menurut Ulama
Hanabilah, sebagaimana pada muzara’ah, tidak disyaratkan qabul dengan ucapan,
melainkan cukup dengan mengerjakannya.
Apabila waktu lamanya musaqah tidak ditentukan ketika akad, maka waktu yang berlaku adalah jatuh hingga pohon itu menghasilkan yang pertama setelah akad, sah pula untuk pohon yang berbuah secara berangsur sedikit demi sedikit, seperti terong.
Apabila waktu lamanya musaqah tidak ditentukan ketika akad, maka waktu yang berlaku adalah jatuh hingga pohon itu menghasilkan yang pertama setelah akad, sah pula untuk pohon yang berbuah secara berangsur sedikit demi sedikit, seperti terong.
Secara rinci, Sayyid Sabiq mengemukakan
syarat-syarat musaqaah sebagai berikut .
a.
Pohon
yang dimusaqahkan dapat diketahui dengan melihat atau menerangkan sifat – sifat
yang tidak berbeda dengan kenyataannya. Akad dinyatakan tidak sah apabila tidak
diketahui dengan jelas.
b.
Jangka
waktu yang dibutuhkan diketahui dengan jelas hal itu merupakan musaqah akad
lazim (keharusan) yang menyerupai akad sewa – menyewa. Dengan kejelasan ini
maka tidak dapat unsur ghoror. Abu Yusuf dan Muhammad berpendapat bahwa
penjelasan jangka waktu bukan syarat musaqah tetapi itu disunahkan.
Menurut kalangan madzhab Hanafi apabila jangka
waktu musaqah telah berakhir sebelum buahnya matang maka pohon itu wajib
dibiarkan kepada pihak penggarap, agar ia tetap menggarap hingga pohon tersebut
berbuah matang.
c.
Akad
harus dilakukan sebelum buah tampak, karena dengan keadaan seperti itu, pohon
memerlukan penggarapan. Namun apabila terklihat hasilnya, menurut sebagian ahli
fiqh tidak dibolehkan musaqah karena tidak membutuhkan penggarapan walaupun
tetap dilakukan maka namanya ijarah (sewa – menyewa) bukan lagi musaqah. Ada
ulama yang membolehkannya.
d.
Imbalan
yang diterima oleh penggarap berupa buah diketahui dengan jelas misalnya
separuh atau sepertiga. Jika dalam perjanjian ini syaratkan untuk penggarap
atau pemilik pohon mengambil hasil dari pohon – pohon tertentu saja, atau
keadaan tertentu maka musaqah tidak sah.
E. Ketentuan-Ketentuan
Lain dalam Pelaksanaan Musaqah
1.
Tugas
Penggarap.
Kewajiban
penyiram (musaqi) menurut Imam Nawawi adalah bahwa musaqi berkewajiban
mengerjakan apa saja yang dibutuhkan pohon-pohon dalam rangka pemeliharaannya
untuk mendapatkan buah, ditambahkan pula untuk setiap pohon yang berbuah
musiman diharuskan menyiram, membersihkan saluran air, mengurus pertumbuhan
pohon, memisahkan pohon-pohon yang merambat, memelihara buah dan pertumbuhan
batangnya.
Adapun yang dimaksud memelihara asalnya
(pokoknya) dan tidak berulang tiap tahun adalah pemeliharaan hal-hal tertentu
yang terjadi sewaktu-waktu (incidental), seperti membangun pematang, menggali
sungai, mengganti pohon-pohon yang rusak atau pohon yang tidak produktif adalah
kewajiban pemilik tanah dan pohon-pohonnya (pengadaan bibit).
2.
Hukum
Musyaqah Sahih dan Fasid (Rusak)
a.
Hukum
musyaqah Sahih
Musyaqah sahih menurut para Ulama memiliki
beberapa hukum atau ketetapan .
Menurut Ulama Hanafiyah, hukum musyaqah sahih adalah berikut ini.
Menurut Ulama Hanafiyah, hukum musyaqah sahih adalah berikut ini.
1) Segala pekerjaan yang berkenaan dengan
pemeliharaan pohon diserahkan kepada para penggarap, sedangkan biaya yang
diperlukan dalam pemeliharaan dibagi dua.
2) Hasil dari musyaqah dibagi berdasarkan
kesepakatan.
3) Jika pohon tidak menghasilkan sesuatu, keduanya
tidak mendapatkan apa-apa
4) Akad adalah lazim dari kedua belah pihak.
Dengan demikian, pihak yang berakad tidak dapat membatalkan akad tanpa izin
salah satunya.
5) Pemilik boleh memaksa penggarap untuk bekerja ,
kecuali ada uzur
6) Boleh menambah hasil dari ketetapan yang telah
disepakati
7) Penggarap tidak memberikan musyaqah kepada
penggarap lain, kecuali jika diizinkan oleh pemilik. Namun demikian, penggarap
awal tidak mendapat apa-apa dari hasil, sedangkan penggarap kedua berhak
mendapat upah sesuai dengan pekerjaannya.
Ulama Malikiyah pada umunya menyepakati hukum-hukum
yang ditetapkan ulama Hanafiyah di atas. Namun demikian, mereka berpendapat
dalam penggarapan:
1) Sesuatu yang tidak berhubungan dengan buah
tidak wajib dikerjakan dan tidak boleh disyaratkan
2) Sesuatu yang berkaitan dengan buah yang
membekas di tanah, tidak wajib dibenahi oleh penggarap
3) Sesuatu yang berkaitan dengan buah, tetapi
tidak tetap adalah kewajiban penggarap, seperti menyiram atau menyediakan alat
garapan, dan lain-lain
Ulama Syafi’iyah dan hanabilah sepakat dengan
ulama malikiyah dalam membatasi pekerjaan penggarap di atas, dan menambahkan
bahwa segala pekerjaan yang rutin setiap tahun adalah kewajiban penggarap,
sedangkan pekerjaan yang tidak rutin adalah kewajiban pemilik tanah.
b.
Hukum
dan Dampak Musyaqah Fasid
Musyaqah
fasid adalah akad yang tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan syara’.
Beberapa keadaan yang dapat dikategorikan musyaqah fasidah menurut ulama
Hanafiyah, antara lain:
1)
Mensyaratkan
hasil musyaqah bagi salah seorang dari yang akad
2)
Mensyaratkan
salah satu bagian tertentu bagi yang akad
3)
Mensyaratkan
pemilik untuk ikut dalam penggarapan
4)
Mensyaratkan
pemetikan dan kelebihan kepada penggarap hanya berkewajiban memelihara tanaman
sebelum dipetik hasilnya. Dengan demikian, pemeriksaan dan hal-hal tambahan
merupakan kewajiban dua orang yang akad
5)
Mensyaratkan
penjagaan kepada penggarap setelah pembagian
6)
Mensyaratkan
kepada penggaarap untuk terus bekerja setelah habis waktu akad
7)
Bersepakat
sampai batas waktu menurut kebiasaan
8)
Musyaqah
digarap oleh banyak orang sehingga penggarap membagi lagi kepada penggarap
lainnya.
Dampak musyaqah fasid menurut para ulama:
1.
Dampak
musyaqah fasid menurut ulama Hanafiyah:
a.
Pemilik
tidak boleh memaksa penggarap untuk bekerja
b.
Semua hasil
adalah hak pemilik kebun
c.
Jika
musyaqah rusak, penggarap berhak mendapatkan upah
2.
Menurut ulama Malikiyah, jika musyaqah rusak
sebelum penggarapan, upah tidak diberikan. Sebaliknya, apabila musyaqah rusak
setelah penggarap bekerja atau pada pertengahan musyaqah, penggarap berhak
mendapatkan upah atas pekerjaannya, baik sedikit maupun banyak.
Di antara contoh musyaqah fasidah menurut
golongan ini adalah penggarap mensyaratkan adanya tambahan tertentu dari
pemilik, seakan-akan penggarap bekerja untuk mendapatkan upah.
Namun demikian, jika musyaqah rusak karena
kemadaratan atau ada halangan, masalah musyaqah tetap diteruskan sekadarnya
(musyaqah mitsil).
3.
Ulama
Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa jika buah yang keluar setelah
penggarapan ternyata bukan milik orang yang melangsungkan akad dengannya, si
penggarap berhak mendapatkan upah atas pekerjaannya sebab dia telah kehilangan
manfaat dari jerih payahnya dalam musyaqah.
Di antara hal-hal yang menyebabkan musyaqah
rusak, menurut golongan ini, adalah dua pihak tidak mengetahui bagiannya masing-masing;
mensyaratkan uang dengan jumlah yang ditentukan; mensyaratkan jumlah buah
tertentu, mensyaratkan pemilik harus bekerja; mensyaratkan mengerjakan sesuatu
selain pohon.
3.
Habis
Waktu Musyaqah
Menurut
Ulama Hanafiyah
Ulama
Hanafiyah berpendapat bahwa musyaqah sebagaimana dalam mujara’ah dianggap
selesai dengan adanya tiga perkara:
a.
Habis
waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang akad
Jika waktu telah habis, tetapi belum menghasilkan apa-apa, penggarap boleh berhenti. Akan tetapi, jika penggarap meneruskan bekerja diluar waktu yang telah disepakati, ia tidak mendapatkan upah.
Jika waktu telah habis, tetapi belum menghasilkan apa-apa, penggarap boleh berhenti. Akan tetapi, jika penggarap meneruskan bekerja diluar waktu yang telah disepakati, ia tidak mendapatkan upah.
Jika
penggarap menolak untuk bekerja, pemilik atau ahli warisnya dapat melakukan
tiga hal:
1)
Membagi
buah dengan memakai persyaratan tertentu
2)
Penggarap
memberikan bagiannya kepada pemilik
3)
Membiayai
sampai berbuah, kemudian mengambil bagian penggarap sekadar pengganti
pembiayaan.
b.
Meninggalnya
salah seorang yang akad
Jika penggarap meninggal, ahli warisnya
berkewajiban meneruskan musyaqah, walaupun pemilik tanah tidak rela. Begitu
pula jika pemilik meninggal, penggarap meneruskan pemeliharaanya walaupun ahli
waris pemilik tidak menghendakinya. Apabila kedua orang yang akad meninggal,
yang paling berhak meneruskan adalah ahli waris penggarap. Jika ahli waris itu
menolak, musyaqah diserahkan kepada pemilik tanah.
c.
Membatalkan,
baik dengan ucapan secara jelas atau adanya uzur
Di antara uzur yang dapat membatalkan musyaqah:
1) Penggarap dikenal sebagai pencuri yang
dikhawatirkan akan mencuri buah-buahan yang digarapnya.
2) Penggarap sakit sehingga tidak dapat bekerja.
a)
Menurut
Ulama Malikiyah
Ulama
Malikiyah berpendapat bahwa musyaqah adalah akad yang dapat diwariskan. Dengan
demikian, ahli waris penggarap berhak untuk meneruskan garapan. Akan tetapi,
jika ahli warisnya menolak, pemilik harus menggarapnya.
Musyaqah dianggap tidak batal jika penggarap diketahui seorang pencuri, tukang berbuat zalim atau tidak dapat bekerja. Penggarap boleh memburuhkan orang lain untuk bekerja. Jika tidak mempunyai modal, ia boleh mengambil bagiannya dari upah yang akan diperolehnya bila tanaman telah berbuah. Ulama Malikiyah beralasan bahwa musyaqah adalah akad yang lazim yang tidak dapat dibatalkan dengan pembatalan sepihak sebab harus ada kerelaan diantara keduanya.
Musyaqah dianggap tidak batal jika penggarap diketahui seorang pencuri, tukang berbuat zalim atau tidak dapat bekerja. Penggarap boleh memburuhkan orang lain untuk bekerja. Jika tidak mempunyai modal, ia boleh mengambil bagiannya dari upah yang akan diperolehnya bila tanaman telah berbuah. Ulama Malikiyah beralasan bahwa musyaqah adalah akad yang lazim yang tidak dapat dibatalkan dengan pembatalan sepihak sebab harus ada kerelaan diantara keduanya.
b)
Menurut
Ulama Syafi’iyah
Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa musyaqah
tidak batal dengan adanya uzur, walaupun diketahui bahwa penggarap berkhianat.
Akan tetapi, pekerjaan penggarap harus diawasi oleh seorang pengawas sampai
penggarap menyelesaikan pekerjaannya. Jika pengawas tidak mampu mengawasinya,
tanggungjawab penggarap dicabut kemudian diberikan kepada penggarap yang
upahnya diambil dari harta penggarap.
Menurut ulama Syafi’iyah, musyaqah selesai jika
habis waktu. Jika buah keluar setelah habis waktu, penggarap tidak berhak atas
hasilnya. Akan tetapi, jika akhir waktu musyaqah buah belum matang, penggarap
berhak atas bagiannya dan meneruskan pekerjaannya.
Musyaqah dipandang batal jika penggarap
meninggal, tetapi tidak dianggap batal jika pemilik meninggal. Penggarap
meneruskan pekerjannya sampai mendapatkan hasilnya. Akan tetapi, jika ahli
waris yang mewarisinya pun meninggal, akad menjadi batal.
c)
Menurut
Ulama Hanabilah.
Ulama
Hanabilah berpendapat bahwa musyaqah sama dengan mujara’ah, yakni termasuk akad
yang dibolehkan, tetapi tidak lazim. Dengan demikian, setiap sisi dari musyaqah
dapat membatalkannya. Jika musyaqah rusak setelah tampak buah, buah tersebut
dibagikan kepada pemilik dan penggarap sesuai dengan perjanjian waktu akad.
Penggarap
memiliki hak bagian dari hasilnya jika tampak. Dengan demikian, penggarap
berkewajiban menyempurnakan pekerjaannya meskipun musyaqah rusak.
Jika
penggarap meninggal, musyaqah dipandang tidak rusak, tetapi dapat diteruskan
oleh ahli warisnya. Jika ahli waris menolak, mereka tidak boleh dipaksa, tetapi
hakim dapat menyuruh orang lain untuk mengelolanya dan upahnya diambil dari
tirkah (peninggalannya). Akan tetapi, jika tidak memiliki tirkah, upah tersebut
diambil dari bagian penggarap sebatas yang dibutuhkan sehingga musyaqah
sempurna.
Jika
penggarap kabur sebelum penggarapannya selesai, ia tidak mendapatkan apa-apa
sebab ia dipandang telah rela untuk tidak mendapatkan apa-apa.
Jika
pemilik membatalkan musyaqah sebelum tampak buah, pekerja berhak mendapatkan
upah atas pekerjaannya.
Apabila
ada uzur yang tidak menyebabkan batalnya akad, misalnya penggarap lemah untuk
mengelola amanat tersebut, pekerjaannya diberikan kepada orang lain, tetapi
tanggungjawabnya tetap ditangan penggarap, sebagaimana pendapat ulama
Syafi’iyah. Seandainya betul-betul lemah secara menyeluruh, pemilik mengambil
alih dan mengambil upah untuknya.
Ulama
Hanabilah pun berpendapat bahwa musyaqah dipandang selesai dengan habisnya
waktu. Akan tetapi, jika keduanya menetapkan pada suatu tahun yang menurut
kebiasaan akan ada buah, tetapi ternyata tidak, penggarap tidak mendapatkan
apa-apa.
F. Masalah-Masalah
yang Terjadi dalam Musaqah.
1.
Penggarap
Tidak Mampu Bekerja
Penggarap
terkadang tidak selamanya mempunyai waktu untuk mengurus pohon-pohon yang ada
di kebun, tetapi kadang-kadang ada halangan untuk mengurusnya, seperti karena
sakit atau bepergian. Apabila penggarap tidak mampu bekerja keras karena sakit
atau bepergian yang mendesak, maka musaqah menjadi fasakh (batal), apabila
dalam akad musaqah disyaratkan bahwa penggarap harus menggarap secara langsung
(tidak dapat diwakilkan), jika tidak disyaratkan demikian, maka musaqah tidak
menjadi batal, akan tetapi pengarap diwajibkan untuk mendapatkan penggantinya
selama ia berhalangan itu. Pendapat ini dikemukakan oleh mazhab Hanafi.
Apabila penggarap
tidak mampu menggarap tugasnya mengurus pohon-pohon, sedangkan penjualan buah
sudah waktunya, menurut Imam malik, penggarap berkewajiban menyewa orang lain
untuk menggantikan tugasnya, yaitu mengurus pohon-pohon, orang kedua ini tidak
memperoleh bagian yang dihasilkan dari musaqah karena orang kedua dibayar oleh
musaqi sesuai dengan perjanjian. Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat bahwa
musaqah adalah batal, apabila pengelola tidak lagi mampu bekerja untuk mengurus
pohon-pohon yang ada di kebun atau di sawah yang di musaqah-kan, sebab
penggarap telah kehilangan kemampuan utuk menggarapnya.
2.
Wafat
Salah Seorang ‘Aqid
Menurut
Mazhab hanafi, apabila salah seorang yang berakad meninggal dunia, sedangkan
pada pohon tersebut sudah tampak buah-buahnya (hampir bisa dipanen) walaupun
belum tampak kebagusan buah tersebut, demi menjaga kemaslahatan, maka penggarap
melangsungkan pekerjaan atau dilangsungkan oleh salah seorang atau beberapa
orang ahli warisnya, sehingga buah itu masak atau pantas untuk dipanen, sekalipun
hal ini dilakukan secara paksa terhadap pemilik, jika pemilik keberatan, karena
dalam keadaan seperti ini tidak ada kerugian. Dalam masa fasakh-nya, akad dan
matangnya buah, penggarap tidak berhak memperoleh upah.
Apabila
penggarap atau ahli waris berhalangan bekerja sebelum berakhirnya waktu atau
fasakhnya akad, mereka tidak boleh dipaksa, tetapi jika mereka memetik buah
yang belum layak untuk dipanen, maka hal itu mustahil. Hak berada pada pemilik
atau ahli warisnya, maka dalam keadaan seperti ini dapat dilakukan beberapa
hal, sebagai berikut:
1)
Memetik
buah dan dibaginya oleh dua belah pihak sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakati
2)
Memberikan
kepada penggarap atau ahli warisnya sejumlah uang, karena dialah yang berhak
memotong atau memetik
3)
Pembiayaan
pohon sampai buahnya matang (pantas untuk dipetik), kemudian hal ini dipotong
dari bagian penggarap, baik potongan itu dari buahnya atau nilai harganya
(uang).
G. Relevansi
Musaqah dalam Perekonomian Modern
Musaqah
seperti yang sudah dibahas sebelumnya merupakan akad kerjasama dalam pengolahan
pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan
lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan
imbalan tertentu berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil panen yang
benihnya berasal dari pemilik lahan.
Aplikasi dalam lembaga keuangan syariah, musaqah merupakan produk khusus yang dikembangkan di sektor pertanian atau agribisnis dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan.
Aplikasi dalam lembaga keuangan syariah, musaqah merupakan produk khusus yang dikembangkan di sektor pertanian atau agribisnis dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan.
Syafi’I
Antonio dalam bukunya Bank Syariah dari Teori ke Praktik menuliskan, ada lima
prinsip dasar dalam perbankan syariah. Yaitu: prinsip titipan atau simpanan
(depeosito/ al-wadi’ah), jual beli (sale and purchase), sewa (operational lease
and financial lease), jasa (fee-based services), dan bagi hasil (profit
sharing).
Dalam
prinsip dasar yang disebutkan terakhir (bagi hasil) ini, terdapat musyarakah,
mudharabah, muzara’ah, dan yang terakhir adalah yang dibahas dalam makalah ini,
yaitu musaqah (plantantion management fee based on certaain portion of yield).
Dalam konteks ini, lembaga keuangan islam dapat memberikan pembiayaan bagi
nasabah yang bergerak dalam bidang plantation atas dasar prinsip bagi hasil
dari hasil panen kebun.
Dari
semua pendapat ulama mengenai objek musaqah, tentuna yang lebih relevan adalah
pendapat yang memboilehkan musaqah untuk semua tanaman atau pepohonan baik
yaang berbuah ataupun tidak seperti sayur-sayuran. Hal ini dikarenakan jika
melihat pendapat ulama yang membolehkan musaqah hanya sebatas pada kurma dan
anggur, maka hal ini akan menyia-nyiakan tanaman yang lain yang juga mempunyai
banyak manfaat. Apalagi, tidak semua pemilik kebun yang bisa menggarap
kebunnnya sendiri. Disamping itu, banyak juga orang yang mempunyai skill untuk
merawat kebun akan tetapi tidak memilki kebun. Dari sinilah, hubungan antara
pemilik kebun dan tukang kebun saling melengkapi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
penjelasan musaqah yang ada dalam makalah ini, musaqah sebenarnya kerja sama
perkebunan yang dianjurkan oleh Islam dan dipraktekkan oleh Nabi Muhammad SAW
pada waktu atau pasca perang khaibar seperti yang tertera dalam Hadits Nabi
yang menjadi landasan hukum musaqah dalam makalah ini.
Memang,
sebagai bagian dari objek pembahasan ilmu fiqh, musaqah juga tidak lepas dari
ikhtilaful ulama, baik dalam hukumnya, syarat, dan lain sebagainya. Namun,
sebagian ulama fiqh klasik dan jumhur fuqaha kontemporer sudah sepakat atas
kebolehan musaqah dengan ketentuan – ketentuan yang sudah diatur secara rinci.
Hal ini karena pendapat ini selain sudah mempunyai dasar yang kuat namun juga
lebih relevan untuk diterapkan diera modern, baik dilembaga keuangan seperti
bank maupun dalam hubungan masyarakat.
B. Saran
Alhamdulillahirobbil’alamin
Dengan
selesainya makalah ini, kami sebagai penulis berharap agar umat muslim dapat
menaruh perhatiannya pada hukum Islam dalam kehidupan bermasyarakat , meskipun
negeri kita tidak berdasar hukum Islam namun kita dapat mengaplikasikan
hukum-hukum Islam dalam hal-hal kecil di kehidupan sehari-hari, misalnya dalam
hal musaqah ini.
Kami
sebagai penulis menyadari betul bahwa penulisan makalah ini sangat jauh dari
kata sempurna, oleh karena itu, untuk pembelajaran lebih lanjut, kami sebagai
penulis sangat mengaharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak
yang bersangkutan dengan makalah ini, baik dari Bpk. Dede Suryana, M.Ag. pada
khususnya maupun dari semua pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Az-Zuhaily,
Wahbah. 2002. Fiqh Al-Mu’amalah Al-Mu’ashirah, Damaskus: Dar al-fikr
Abdul
Wahid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Ruysd, 2007. Bidayatul Mujtahid,
(dalam terjemahan Bahasa Indonesia), Jakarta: Pustaka Azami, cetakan ke III.
Jilid 3.
Hasan,M.Ali,
2004, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta: Grafindo Persada, cet II
Mahkamah
Agung Republik Indonesia, Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah, 2008.
Rahman,Afzalur.
1995. Doktrin Ekonomi Islam (terjemahan dari buku Economic Doctrines of Islam),
Yogjakarta: Dana Bhakti Wakaf jilid II
Sabiq,
sayyid, 2006, Fiqh sunnah (terjemah bahasa indonesia), Jakarta: Pena, jilid 4
Suhendi,Hendi,
2002. Fiqh Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Syafi’i
Antonio, Muhammad, 2007. Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani,
tazkiyah Cendekia. cetakan kesepuluh
Syafi’ie,
Rachmat. 2006. Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, cet. Ke-III.
www.ihtsiqgf.blogspot.com/2010/06/makalah-musaqah-semester-3.html. Diakses : Kamis 25 September 2014 dan Jum’at
26 September 2014
www.sofyanhotel.com.
Diakses: Sabtu, 07 November 2009.
Langganan:
Postingan (Atom)